Jejak Cirebon Pra Islam

Salam Sejarawan

Hello Reader, postingan kali ini memen akan membahas nih seputar berdiri dan juga berkembangnya kota pelabuhan yang dulunya paling juara di Tatar Sunda negeri Pasundan, tentunya dengan sumber-sumber yang kredibel juga. Langsung aja kepada pembahasan pertama nih guys,. bacanya santai aja oke reader.


Mengenal Kota Cirebon Lampau

Cirebon sebelum menjadi kota sebesar saat ini, ialah kota dimana memiliki peranan sejarah yang vital dalam penyebaran Islamisasi pertama di Jawa Barat secara massif oleh para wali songo. Namun pada zaman pra-Islam, ajaran Hindu-buddha lah yang pertama masuk, berkembang dan mempengaruhi masyarakat di Nusantara, termasuk khususnya di wilayah Cirebon tersebut. Nama Cirebon bila dilihat dari sudut etimologi, istilah Cirebon berasal dari dua macam, yaitu caruban, juga ci dan rebon. Perubahan dan makna istilah caruban tertera dalam naskah Carita Purwaka Caruban nagari bahwa Cirebon yang berubah menjadi carbon, lalu cerbon, dan akhirnya menjadi Cirebon mengandung makna campuran, yaitu tempat yang dihuni oleh beberapa penduduk dari berbagai bangsa, pekerjaan, agama dan bahasa. Lalu ci dan rebon yang berarti jenis udang dalam bahasa Sunda sebagai bahan pembuat terasi (Ensiklopedi Sunda, 2000: 166). Lalu sebutan Negeri Caruban atau Cerbon itu adalah menurut nama ibukotanya, ialah Caruban yang berasal dari istilah “Sarumban” berarti pusat tempat percampuran penduduk[1].

Memang pada zaman sebelum Islam berkembang di Tatar Sunda, Cirebon hampir tidak dikenal, barulah saat Tome Pires singgah pada tahun 1513 dalam tugasnya membuat laporan, ia menggambarkan Kota Cirebon sebagai kota yang mempunyai pelabuhan yang bagus. Pada abad ke-15 dan 16 Masehi, Negeri Caruban merupakan pangkalan penting dalam jalur perdagangan dan pelayaran antarpulau. Lokasinya di pantai utara perbatasan antara Jawa Tengah dan Jawa Barat kini, membuatnya berperan sebagai pelabuhan dan “jembatan” antara kebudayaan Jawa dan Sunda sehingga tercipta suatu kebudayaan yang khas. Menurut Kern bahwa Cirebon merupakan tempat menetap orang Jawa di tanah bumi Pasundan.[2]

Kondisi geografis Kesultanan Cirebon tidak jauh berbeda dengan kondisi Kota Cirebon sekarang, yaitu terletak pada lintang 108º 35 Bujur Timur dan 9º 30 Lintang Selatan.[3] Berada di pantai utara Tatar Sunda yang menjadi lalu lintas perdagangan Internasional pada masanya. Pada awalnya kota ini merupakan sebuah pemukiman nelayan yang tidak berarti. Kemudian berkembang menjadi pedukuhan yang bernama Dukuh Pasambangan yang terletak kurang lebih lima kilometer disebelah utara Kota Cirebon sekarang. Cirebon yang dikenal sekarang, dulunya disebut dengan Tegal Alang-alang yang kemudian disebut Lemah Wungkuk, desa di mana Ki Gedeng Alang-alang membuat permukiman masyarakat muslim dan menjadi cikal bakal pusat penyebaran agama Islam di daerah sekitarnya.[4]

Selanjutnya desa ini berkembang menjadi sebuah kota yang ramai dengan nama Cirebon dengan aktivitas pelayaran dan perdagangan sehingga menjadi salah satu pelabuhan penting di pesisir utara Jawa, baik dalam kegiatan pelayaran dan perdagangan di kepulauan Nusatara maupun dengan bagian dunia lainnya. Dibandingkan dengan pelabuhan-pelabuhan lain disekitarnya, yaitu pelabuhan muara jati, pelabuhan Singapura, dan pelabuhan Indramayu, maka Cirebon yang berdiri lebih kemudian yaitu pada masa akhir kerajaan Galuh, justru dapat berkembang dengan pesat mengalahkan pelabuhan lainya. Bahkan akhirnya pelabuhan-pelabuhan yang lainnya mati, kecuali Indramayu, sehingga pelabuhan Cirebon menjadi yang terbesar.[5]

Sebelum berdirinya kekuasaan politik Islam dibawah kepemimpinan Sunan Gunung Jati, wilayah Cirebon dapat dikelompokkan atas dua daerah yaitu daerah pesisir disebut dengan nama Cirebon Larang dan daerah pedalaman yang disebut Cirebon Girang.[6] Cirebon Larang adalah sebuah daerah bernama Dukuh Pesambangan dan Cirebon Girang adalah Lemah Wungkuk. Dari Cirebon Larang/Dukuh Pesambangan inilah perdagangan melalui jalur laut berlangsung dan menjadi jalur masuknya Islam di Cirebon.

Caruban larang[7] mempunyai pelabuhan yang sudah ramai dan mempunyai mercusuar untuk member petunjuk tanda berlabuh kepada perahu-perahu layar yang singgah di pelabuhan yang disebut Muara Jati (sekarang disebut Alas Konda)[8]. Pelabuhan ini ramai disinggahi oleh perahu-perahu pedagang dari berbagai Negara, antara lain dari Arab, persi, India, Malaka, Jawa Timur, Madura, Palembang dan Bugis.

Sejarah terbentuknya Cirebon

Setelah kita mengetahui penjelasan mengenai nama-nama Cirebon terdahulu, atau Cirebon jaman old. Sekarang kita lanjut saja pada pembahasan siapa saja pendiri dan bagaimana sih peran pendiri kota tersebut mendirikan sebuah kota yang dulunya hanya sebuah pemukiman kecil, lambat laun berubah menjadi kota besar sebesar cintaku padamu, -_-" oke langsung saja.

Dalam naskah Carita Purwaka Caruban nagari dan naskah-naskah tradisi Cirebon dikisahkan bahwa tokoh perintis perkembangan dan pemerintahan kota pelabuhan Cirebon pada abad ke 15 adalah Raden Walangsungsang. Konon, dia adalah putera Prabu Siliwangi, Raja Pajajaran dari istinya Subang Larang, yang dibesarkan oleh ibunya secara Islami karena ibunya beragama Islam dari murid Syekh Quro. Setelah ibunya meninggal, Walangsungsang mulai tidak betah berada di Pajajaran karena berbedanya ajaran keagamaan disana. Akhirnya dia beserta adiknya pergi meninggalkan pakuan menuju arah Timur dan tiba di Parwa, dan keduanya menetap di Tegal Alang-alang atau Kebon Pesisir dan bergelar Ki Gedeng Alang-alang.[9]

Menurut Sulendraningrat yang berdasar pada naskah Babad Tanah Sunda dan Atja pada naskah Carita Purwaka Caruban nagari, Raden Walangsungsang membuka hutan untuk membangun sebuah gubug serta sebuah tajug dimulai pada tanggal 1 Syura 1358 Saka/1445 (Masehi menurut Sumber Historiografi Tradisional) dan lama kelamaan menjadi dukuh yang berkembang sehingga mulailah berdatangan para penduduk dari berbagai wilayah singgah ke desa tersebut untuk bermukim dan berdagang.[10] Pangeran Walangsungsang dikenal dengan nama Lemah Wungkuk. Pedukuhan ini sebenarnya telah dihuni oleh seorang nelayan bernama Ki Gedheng AlangAlang/Ki Danusela yang kemudian menjadi Kuwu Cerbon pertama. Lamakelamaan dukuh ini berkembang dan ramai dikunjungi para pedagang dan berubah nama menjadi Caruban. Syekh Datuk Kahfi juga memberi julukan pada Pangeran Cakrabuana dengan nama Ki Somadullah. Ki Somadullah ini kemudian menggantikan Kuwu Cerbon pertama, Ki Gedeng Alang-Alang sebagai Kuwu Cerbon kedua dan membangun Keraton Pakungwati dengan gelar Sri Mangana[11].

Desa Caruban lebih terkenal kemudan dengan sebutan Caruban larang, yang berkembang dengan pesatnya. Banyak pedatang yang bertempat tinggal atau berdagang disana. Mereka terdiri dari berbagai macam bangsa, dengan agama, bahasa, dan adat istiadat serta mata pencaharian yang berbeda.
Peran dari Raden Walangsungsang/Ki gedeng Alang-alang/ Pangeran Cakrabuana/Ki Samadullah beserta istrinya dari adik Ki Danuwarsih dan adiknya Nyi Rarasantang membangun sebuah pedesaan Cirebon. Dapat dilihat dalam genealogi atau silsilah nama cirebon sebagai berikut.

gambar 1. Tegal Alang-alang - Lemah Wungkuk - Caruban Larang - Carbon - Cerbon - Cirebon - Kota Cirebon (hingga sekarang)

Pada intinya, kota Cirebon Pra-Islam pada saat itu sudah maju dan berkembang di tahun 1445 M dari desa kecil menjadi sebuah kota pelabuhan yang paling disegani pelabuhan lainnya diwilayah utara Jawa barat. Peran tersebut tak lain dari kerja keras Walangsungsang beserta adiknya Nyi Rarasantang dalam proses pembangunan desa tersebut.






[1]  Aria Carbon, Purwaka Caruban Nagari, terj. P. S. Sulendraningrat, (Jakarta: Bhratara, 1972), hlm. 9
[2] Nina H. Lubis, Sejarah Tatar Sunda jilid I, Pertama kali diterbitkan Oktober 2003. Oleh Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Kebudayaan Lembaga Penelitian Universitas Padjajaran dan Masyarakat Sejarawan Indonesia Cabang Jawa Barat, hlm. 168.
[3]   Fajar Gunawan, Peranan Sunan Gunung Jati dalam Kesultanan Cirebon 1479-1568. Skripsi, (tanpa penerbit: UNY, 2010), hlm. 26
[4] Nina H. Lubis, Sejarah Tatar Sunda jilid I, Pertama kali diterbitkan Oktober 2003. Oleh Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Kebudayaan Lembaga Penelitian Universitas Padjajaran dan Masyarakat Sejarawan Indonesia Cabang Jawa Barat, hlm. 169.
[5]  Sulistiyono, 1996: 113
[6]   M. Sanggupri Bochari dan Wiwi Kuswiah, Sejarah Kerajaan Tradisional Cirebon. (Jakarta: CV. Suko Rejo Bersinar, 2001), hlm. 6.
[7] Menurut Atja, Cirebon didirikan pada hari Ahad, tanggal 1 Muharram, ditetapkan sebagai hari jadi kota CIrebon
[8] P. S. Sulendraningrat, Sejarah Cirebon. (Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1978), hlm. 16.
[9] Nina H. Lubis, Sejarah Tatar Sunda jilid I, Pertama kali diterbitkan Oktober 2003. Oleh Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Kebudayaan Lembaga Penelitian Universitas Padjajaran dan Masyarakat Sejarawan Indonesia Cabang Jawa Barat, hlm. 173.
[10] Ibid, hlm. 174.
[11] Aria Carbon, Purwaka Caruban Nagari, terj. P. S. Sulendraningrat, (Jakarta: Bhratara, 1972), hlm.14.

0 komentar:

Posting Komentar